Selasa, 30 September 2014

FILSAFAT ILMU ADMINSTRASI NEGARA: EPISTIMOLOGI DAN KONSTRUKSI TEORI

Bismillahirrahamnirrahim


"Adapakah yang membedakan "Filsafat" dengan "Sains"?:
Pertanyaan ini mengawali pertemuan perdana dengan Prof. Deddy T. Tikson, Ph.D. Walaupun masih tampak canggung, satu persatu peserta kuliah mulai memberikan pandangannya tentang perbedaan filsafat dan sains.

"Jika kita memperhatikan Telephon genggang, Ac, dll... apakah ini produk dari "Filsafat: ataukah "sains"?"
Para pesertapun memberikan pendapat yang berbeda. Ada yang tampak ragu memberikan pendapat. Saya merupakan salah satu peserta yang memberikan pandangan bahwa benda-benda tersebut adalah produk dari "sains". Mengapa? karena menurut saya produk tersebut adalah realisasi dari sains yang dihasilkan oleh manusia.

Jika kalian diberikan pertanyaan yang sama, bagaimana pendapat kalian?
Filsafat dan sains memang merupakan dua hal yang berbeda. Ada sebagian produk filsafat yang berubah menjadi sains, dan ada juga yang terhenti menjadi filsafat saja. Tak heran jika Socrates, Plato, Aristoteles, dll hanya dikenal sebagai seorang filosof dan bukan seorang saintis. Berbeda dengan Newton, Dia adalah seorang filosof sekaligus seorang santis. Newton adalah salah satu pelopor Post Positivisme di dunianya yang luar biasa pemikiran dan terobosannya.

Lalu dimanakan perbedaan antara filsafat dan sains?
Pada mata kuliah ini saya mendapatkan pemahaman bahwa filsafat dibangun tanpa ada "methodologi". Dalam filsafat, seseorang menggunakan "rasion" untuk memikirkan secara bebas tentang alam semesta. Hasil dari pemikiran ini akan lahir yang disebut dengan "proposisi". Seperti proposisi Descrates filsuf termana prancis: "Cogito Ergo sum" aku berpikir maka aku ada (i think, therefore i am). 
Iya, filsafat melahirkan proposisi-proposisi yang diakui kebenarannya "trust", tetapi proposisi tersebut tidak dibangun secara ilmiah dengan metodologi tertentu.
Lalu bagaimana dengan sains?
Sains adalah proposisi yang diakui kebenarannya setelah dilakukannya proses eksperimen ilmiah, atau sains dibangun dengan metodology Ilmiah tertentu. Sebagaimana Newthon tadi ketika membuat proposisi: "Semua benda bumi terikat dengan gaya gravitasi bumi", maka Newthon kemudian membuktikan pernyataan tersebut melalui eksperimen yang dilakukan di laboratorium yang dibangunnya sendiri. Laboratorium tersebut menjadi miniatur alam semesta yang mendeskrpsikan dan membuktikan "proposisi-proposisi" yang dibangunnya. 
Apa hebatnya Newthon? Saya kira manusia telah hibud berabad-abad dan mengetahui dengan jelas bahwa semua benda jika dilemparkan ke atas pasti akan jatuhnya kebawah. Namun kehebatan Newthon adalah beliau bisa membuktikan asbabun nujum atau asal muasal terjadinya peristiwa alam tersebut. Sebagai orang beragama, kita semua tahu bahwa semua femomena tersebut merupakan gambaran dari Kehebatan Sang Pencipta dengan hukum-hukum alamnya yang sempurna. Para filosof mencoba untuk memahami peristiwa tersebut, dan Newthon adalah salah satu yang tidak hanya memikirkannya tetapi juga membuktikannya. Newthon adalah filosof dan juga saintis.

Lalu bagaimanakah sebuah proposisi bisa berubah menjadi sains, pengetahuan ataupun teori?
Disinilah peran Epistimologi sebagai sarana yang menjabatani Filsafat dan sains. Membicarakan tentang Epistimologi, kita juga membicarakan tentang Theory Construction atau asabbun nujul/klausul dari lahirnya sebuah teori/sains/pengetahuan. Jadi Epistimologi dalam bahasa harian kita adalah Metodologi yang digunakan untuk membangun sebuah teori/sains/pengetahuan. Sebuah teori yang telah diuji apabila tidak dilakukan pengujian lagi serta diakui kebenarannya maka teori tersebut akan menjadi "grand theory".

Dengan demikian, teori dalam pandangan awam (indonesia) selama dan pandangan ini sangat berbeda. Tak jarang banyak diantara kita yang tidak mempercayai teori sehingga gampang menyatakan: "cuma teori". Padalah istilah teori sendiri bukan karangan buta, tetapi proposisi yang dibangun setelah dibuktikan melalui suatu metodologi ilmiah. Dalam sejarah bangsa Indonesia, ini bukanlah tradisi kita tak heran jika kita sangat terlambat dalam melakukan penemuan-penemuan. Nenek moyang kita hanya mengembangkan "art" dan bukan 'science". 

Apa itu epistimologi?
"... the study of the relation between the subject known and the object known, it investigater the origin, structure, methods,  and validity of knowledge (how do you know?).

Oleh karena itu, kesimpulannya. Seorang ilmuan harus belajar untuk membangun suatu proposisi dari fenomena ataupun teori tertentu. Dan dalam mempelajari sebuah teori sebelum digunakan sebagai bagian pengajaran ataupun pembuktikan, penting untuk dipelajari klausul dari dibangunnya teori tersebut (epistemology/theory construction) sehingga tak keliru menggunakan dan menempatkan teori tersebut.

Daftar Pengunjung